Latest Post
Loading...

Rabu, 13 Januari 2016

Every Child is Special

Every Child is Special

MENJADI orangtua bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) bukan perkara mudah. Ada dukungan yang harus lebih banyak diberikan. Diskusi yang harus lebih sering dilakukan. Kerjasama harus dijalin, berusaha sekuat tenaga untuk bisa menjadi model yang baik. Dan yang terpenting, harus dapat menunjukkan rasa cinta tulus dan lebih kepadanya.

Mengapresiasi setiap kemajuan, sekecil apapun. Atau membantu menyelesaikan setiap masalah yang dihadapi, atau dibutuhkan,  adalah keniscayaan dan merupakan dinamika lain yang  harus dilakukan orang tua  dengan anak berkebutuhan khusus.

Harus  disadari  bahwa  dalam diri setiap anak membawa potensi atau  kemampuan  masing-masing. Perkembangan potensi pada anak tersebut harus dioptimalkan, agar  anak  mencapai  derajat kemadirian,  dan hak atas  dirinya. Setiap  anak memiliki potensi yang  berbeda  dalam hal bahasa dan bicara, kemandirian,  sikap dan perilaku, kecerdasan,  keterampilan, dan sosial emosionalnya. Potensi-potensi tersebut  dapat dikembangkan atau dioptimalkan melalui pengasuhan, perawatan, pembimbingan, dan pendidikan yang  terbuka.  


Tidak  menuntut apapun atas hasil yang akan diraih anak, hanya melakukannya bersama-sama tanpa lelah,  menjadi  kunci dalam menumbuhkan semangat  dan kepercayaan diri anak berkebutuhan khusus.

Memilih pendidikan

Dibutuhkan keputusan  yang tepat dalam mengarahkan pendidikanbagi si anak. Dengan maksud agar ABK tetap mendapatkan pendidikan terbaik, sesuai dengan kebutuhannya, sehingga dapat mengembangkan kemampuan  atau potensi dirinya.

Saat ini gencar disuarakan tentang kebutuhan dan akses pendidikan inklusi. Namun, kenyataan  berbicara lain. Kesiapan para penyelenggara pendidikan dalam memberikan aksesibilitas masih terus harus ditagih.

Institusi pendidikan beramai-ramai mengejar label sekolah inklusi,  tanpa dibarengi dengan pemberian aksesibilitas.  Lantas, apa yang harus dilakukan ketika  sekolahnya  sudah berlabel inklusi? Bahkan kata  “inklusi” hanya dimaknai dengan memberikan kesempatan  ABK bersekolah bersama dengan bukan ABK.  Hanya itu.

Salah seorang  orang tua anak  dengan down syndrome, Widya  Wasityastuti, anggota  Persatuan Orang Tua dengan Down Syndrome (POTADS) Yogyakarta, membagikan pengalamannya.  “Saya pernah mencari sekolah inklusi, semoga saat ini  sudah lebih baik keadaanya,” Widya mengawali sharingnya melalui grup di media sosial.  Dia mendapati sejumlah sekolah yang tidak dia sebutkan nama  sekolahnya yang   mencari untung dengan label sekolah inklusi.

“Terdapat beberapa sekolah yang hanya ingin mendapatkan brand inklusi karena pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran jika sebuah sekolah menjadi sekolah inklusi,” tulis Widya. “Namun sebenarnya perangkat sekolah belum siap menerima peserta didik dengan kebutuhan khusus (ABK). Kemudian sekolah menyiasati dengan tetap menerima ABK yang mild disorder (berkebutuhan khusus tingkat sedang-pen) saja.” tambahnya.

Sharing tersebut menjadi  sebuah gambaran bagaimana orang tua dengan ABK belum mendapatkan tempat nyaman dalam memilih dan menentukan pendidikan yang tepat bagi buah hatinya.  Tentu saja, kondisi demikian akan menyesatkan ABK yang orang tuanya hanya berburu sekolah inklusi. Para orang tua demikan, merasa sudah cukup hanya dengan memasukkan anak-anak mereka ke sekolah dengan label inklusi.

Berbasis  keluarga 

Sungguh, butuh pemahaman  dari setiap orang tua, bahwa konsep pendidikan yang sesungguhnya adalah berbasis keluarga. Dibutuhkan sinergitas antara sekolah dan keluarga dalam pembimbingan ABK. Ekstra energi, inovasi, teknik, kesabaran dalam menyelesaikan tugas pendampingan sebagai orang  tua anak dengan kebutuhan khusus.

Orang tua harus terbuka kepada pihak sekolah, atas kondisi anak. Tujuannya agar diketahui kebutuhan apa yang tepat bagi sang anak. Dengan demikian, hak untuk mendapatkan akses yang mendukung pembelaaran di sekolah, dapat terpenuhi.  Menutupi  kondisi anak, justru akan menghambat perkembangan anak. Dengan berani terbuka, artinya orangtua telah menerima kondisi anaknya.  (sh)


0 komentar:

Posting Komentar