Latest Post
Loading...

Karya Perspektif pada Festival OZ ASIA, Adelaide, Australia, September-Oktober 2015 (foto : awd)

Keluarga Perspektif dan Tutti Arts, 2 Agustus 2016 (foto :awd)

Pameran karya Perspektif di Museum Sonobudoyo Yogyakarta, November 2016 (foto : awd) .

Pameran karya Perspektif di Pojok Budaya Bantul, Juni 2015 (foto : awd).

Pameran karya Perspektif di Bentara Budaya Yogyakarta, Agusus 2016 (foto : awd).

Senin, 28 Desember 2015

SEBUTAN dan BAHASA RELASI KEKUASAAN


 SEBUTAN dan BAHASA RELASI KEKUASAAN
Penyandang Cacat, Penyandang Disabilitas atau Difabel ?

Oleh Setia Adi Purwanta

SEBUTAN terhadap sesuatu tidak dapat dilepaskan dari efek penyebutan. Penggunaan sebutan dapat melahirkan beragam jenis dan intensitas keseriusan efek. Penyebutan dapat berefek penghormatan, keakraban, kecintaan, merendahkan, penghinaan,   bahkan diskriminasi. Untuk soal ini, kiranya ada beberapa hal yang perlu dipahami.

Pertama, bahasa adalah kekuasaan. Menyebut berarti menunjukkan relasi kekuasaan. Dengan demikian menyebut berarti memposisikan dan sekaligus mengkondisikan pihak yang disebut. Pada saat yang memberikan sebutan adalah pihak yang dikuasai, maka mereka akan menyebut yang bersifat menghormati pihak yang disebut, atau pihak yang memberi sebutan  memposisikan dan mengkondisikan pihak yang disebut pada posisi yang dihormati. Tapi, jika yang memberi sebutan adalah pihak yang berkuasa, maka mereka akan memberikan sebutan yang memposisikan dan mengkondisikan pihak yang disebut lebih rendah atau bersifat merendahkan, mengejek, melemahkan, bahkan mendiskriminasikan.  Di sisi lain ada pula sebutan yang bebas dari relasi antara yang menguasai dan yang dikuasai. Untuk hal ini adalah sebutan yang menyatakan kesetaraan posisi sosial di antara mereka yang menggunakan sebutan. Mereka yang dikenai dan yang mengenai sebutan saling merasa nyaman dengan penggunaan sebutan yang mereka sepakati.  Itulah sebutan yang membangun kesetaraan posisi sosial.