Perspektif
News - Dinas Perhubungan Komunikasi dan
Informatika (Dishubkominfo) Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) telah mengoperasikan bus interkoneksi,
Bus Rapid Transit (BRT), yakni sebuah
sistem bus yang cepat, nyaman, aman dan tepat waktu yang kabinnya didesain ada fasilitas
bagi difabel atau pengguna kursi roda.
Kepala Dishubkominfo DIY Sigit Haryanto, kepada Perspektif News katakan,
bus interkoneksi yang akan diluncurkan 1 Desember 2016, dipastikan menyediakan
fasilitas bagi difabel atau orang berkebutuhan khusus. “Disediakan ruang
atau space kursi roda bagi difabel
atau orang berkebutuhan khusus lain, misalnya lansia, atau orang sakit,” ujar
Sigit Haryanto, ketika ditemui di kantornya, Rabu (7/12) .
Tentang
ketersediaan ramp (jalan miring) yang
sesuai dengan standar persyaratan, Kepala Dishubkominfo DIY itu menyatakan bahwa pihaknya masih harus terus
berbenah. “Kami sangat concern memberikan
pemenuhan aksesibilitas, akan tetapi terdapat kendala dalam pemenuhannya,” ujar
Sigit yang mengakui bahwa transportasi di Yogyakarta belum
dapat memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat umum, terlebih bagi
masyarakat difabel atau masyarakat berkebutuhan khusus. “Akan tetapi upaya
perbaikan layanan ke arah aksesibel akan terus kami lakukan,” tambahnya.
Terkendala lahan
Meski
kabin bus didesain lengkap dengan fasilitas bagi pengguna kursi roda, namun bagaimana
si pengguna kursi roda naik ke dalam bus masih menjadi masalah bagi pengelola
transportasi tersebut. Bus yang akan beroperasi dua arah satu rute yaitu dengan rute jalan lingkar (ring road) tersebut, tidak memiliki banyak halte yang memungkinkan
dibangun ramp sesuai standar.
Menurut Sigit, bus interkoneksi BRT adalah
jenis bus dengan dek setinggi 80 sentimeter. Standar ramp yang dibutuhkan sepanjang delapan meter, supaya mendapatkan kelandaian ramp. Di Yogyakarta pembangunan ramp yang standar terkendala dengan tidak adanya lahan yang luas di
tiap-tiap halte pemberhentian bus. “Sementara baru tiga tempat yang memungkinkan
dapat dibangun ramp sesuai standar,
yaitu di halte Gamping, Prambanan, dan Malioboro,” ujar Sigit. Ia katakan bahwa
difabel adalah bagian dari warga. Kewajiban pemenuhan kepentingan dan layanan
yang sama menjadi pekerjaan rumah. “Pada tahun 2017 diharapkann layanan sebagaimana yang diharapkan dapat terpenuhi,”
ujarnya.
Bus interkoneksi (BRT) diharapkan menjadi penghubung angkutan perkotaan
(bus antar kota) yakni Transjogja dengan angkutan menuju desa maupun menuju
provinsi lain. Dengan demikian diharapakn masyarakat yang tidak perlu masuk
kota, tidak harus ke dalam kota. Melalui halte-halte BRT pengguna transportasi
bus akan terkoneksi/terhubung dengan transportasi lain. Dengan demikian, masih
kata Sigit, akan memudahkan dan mengurai kepadatan lalu lintas kota. (SHS)
0 komentar:
Posting Komentar