Latest Post
Loading...

Kamis, 08 Desember 2016

Menyoal Aksesibilitas Bus Rapid Transit

Perspektif News - Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo)  Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah mengoperasikan bus interkoneksi, Bus Rapid Transit (BRT), yakni sebuah sistem bus yang cepat, nyaman, aman dan tepat waktu yang  kabinnya didesain ada fasilitas bagi difabel atau pengguna kursi roda.
Kepala Dishubkominfo DIY Sigit Haryanto, kepada Perspektif News katakan, bus interkoneksi yang akan diluncurkan 1 Desember 2016, dipastikan  menyediakan fasilitas bagi difabel atau orang berkebutuhan khusus. “Disediakan ruang atau space kursi roda bagi difabel atau orang berkebutuhan khusus lain, misalnya lansia, atau orang sakit,” ujar Sigit Haryanto, ketika ditemui di kantornya, Rabu (7/12) .

Tentang ketersediaan ramp (jalan miring) yang sesuai dengan standar persyaratan, Kepala Dishubkominfo DIY itu  menyatakan bahwa pihaknya masih harus terus berbenah. “Kami sangat concern memberikan pemenuhan aksesibilitas, akan tetapi terdapat kendala dalam pemenuhannya,” ujar Sigit yang mengakui bahwa transportasi di Yogyakarta belum dapat memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat umum, terlebih bagi masyarakat difabel atau masyarakat berkebutuhan khusus. “Akan tetapi upaya perbaikan layanan ke arah aksesibel akan terus kami lakukan,” tambahnya.
Terkendala lahan
Meski kabin bus didesain lengkap dengan fasilitas bagi pengguna kursi roda, namun bagaimana si pengguna kursi roda naik ke dalam bus masih menjadi masalah bagi pengelola transportasi tersebut. Bus yang akan beroperasi dua arah satu rute yaitu dengan rute jalan lingkar (ring road) tersebut, tidak memiliki banyak halte yang memungkinkan dibangun ramp  sesuai standar.  
Menurut Sigit, bus interkoneksi BRT adalah jenis bus dengan dek setinggi 80 sentimeter. Standar ramp yang dibutuhkan sepanjang  delapan meter, supaya mendapatkan kelandaian ramp.  Di Yogyakarta pembangunan ramp yang standar terkendala dengan tidak adanya lahan yang luas di tiap-tiap halte pemberhentian bus. “Sementara baru tiga tempat yang memungkinkan dapat dibangun ramp sesuai standar, yaitu di halte Gamping, Prambanan, dan Malioboro,” ujar Sigit. Ia katakan bahwa difabel adalah bagian dari warga. Kewajiban pemenuhan kepentingan dan layanan yang sama menjadi pekerjaan rumah. “Pada tahun 2017 diharapkann layanan sebagaimana yang diharapkan dapat terpenuhi,” ujarnya.

Bus interkoneksi (BRT) diharapkan menjadi penghubung angkutan perkotaan (bus antar kota) yakni Transjogja dengan angkutan menuju desa maupun menuju provinsi lain. Dengan demikian diharapakn masyarakat yang tidak perlu masuk kota, tidak harus ke dalam kota. Melalui halte-halte BRT pengguna transportasi bus akan terkoneksi/terhubung dengan transportasi lain. Dengan demikian, masih kata Sigit, akan memudahkan dan mengurai kepadatan lalu lintas kota. (SHS)

0 komentar:

Posting Komentar