Ketika Anak Down Syndrome Mencari Komunitas
Putri Anda mengalami down syndrome.
Satu kalimat terdiri lima suku kata yang keluar dari mulut seorang dokter, itu terasa bagai sambaran petir di siang bolong bagi pasangan Iis Sri Mulyati dan Edy Maryuntoro. Tak hanya mengagetkan, namun juga terasa menyakitkan. Seolah saya sedang mimpi buruk dan rasanya ingin segera bangun saja, ujar Iis Sri Mulyati mengenang peristiwa itu.
Demikianlah sepenggal kisah yang menyertai seorang gadis bernama Adinda Ranita Sariputri (13). Dia adalah anak dengan Down Syndrome (DS), lahir sebagai bungsu dari lima bersaudara. Bersama kedua orangtuanya, pasangan Iis-Edy, Adinda tinggal di kawasan Perumahan Minomartani, Yogyakarta. Sejak Taman Kanak-kanak (TK) hingga saat ini kelas VI Sekolah Dasar (SD) SLB Yapennas, Condong Catur, Depok, Sleman, Adinda belum bisa menulis, membaca, juga berhitung, ujar Iis Sri Mulyati, tentang putrinya yang lahir pada 18 Juni 2002 itu.
Down Syndrome adalah kelainan genetis permanen yang langka, terjadi pada satu dari setiap 800 kelahiran. DS terjadi karena kelainan kromosom ke-21 yang seharusnya membelah dua, namun dalam kasus ini membelah menjadi tiga.
Sebagaimana dilansir National Institues of Health, anak-anak dengan DS mengalami berbagai tingkat keterbatasan belajar dan berbahasa serta gangguan keterampilan motorik, mulai dari yang ringan hingga parah. Mereka juga lebih lambat berkembang secara emosi, sosial, dan intelektual. Sebagian dari mereka juga memiliki kelainan bawaan, antara lain pada jantung, ginjal, dan pencernaan. Mereka juga memiliki karakter khusus, pada wajah (mongoloid), dan otot lemah (hipotonia).
Menari
Menurut Iis, putrinya sangat gemar menari. Tapi di sekolahnya, tidak pernah diajak menari. Ingin sekali kami menemukan komunitas agar dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki Adinda. Juga sangat ingin bergabung dengan keluarga yang sama-sama memiliki anak down syndrome. Kami ingin sekali mendapatkan berbagai informasi juga ingin berbagi, tambah Iis.
Menanggapi perihal tersebut, salah seorang guru SLB Yapennas, Safrina Rovasita menuturkan, intelegensia anak DS di bawah rata-rata, di bawah 70. Tapi, itu bukan berarti ia tidak pandai. Kepandaian anak DS diperoleh dengan pembiasaan-pembiasaan. Pembelajaran lebih ditekankan pada bina diri. Kalaupun ada DS yang bisa membaca, ya hanya membaca tapi tidak memahaminya, ujar Safrina. Demikian pula soal menulis. Mereka hanya menulis tanpa tahu apa arti yang ditulis. Berbeda jika diajari menari dan sebagainya. Itu lebih bermanfaat, tambah Safrina, Minggu (3/1)
Menurut Safrina, Adinda naik kelas karena memang di sekolah luar biasa (slb) setiap anak harus naik, tidak ada yang tinggal kelas, meski materi pelajaran tetàp sama, tidak diubah atau mungkin belum selesai. Sistem ini diterapkan agar psikologi mereka terjaga.
Masih menurut Safrina, kecerdasan tidak dinilai dari sisi akademik saja. Misalnya sudah bisa menulis atau membaca. Jika kecerdasan hanya dinilai dari sisi akademik saja, maka selamanya anak DS tidak bisa setara dengan yang lain.
Dengan demikian, pihak yang berkompeten harus melihat kemampuan lain dari anak DS. Kecerdasan selalu bisa diukur, meski harus diulang dan atau diuji. Tidak demikian dengan insting. Dalam kasus Adinda dengan DS, bukan soal kecerdasan melainkan insting.
Satu hal yang tidak bisa diabaikan dari beberapa anak DS adalah, mereka tetap memiliki insting yang baik dan punya ide kreatif. Misalnya, saat ingin menjangkau sesuatu yang sulit, mengambil kursi untuk dapat menjangkaunya. Di satu sisi kecerdasan mereka di bawah rata-rata, tapi di sisi lain punya inisiatif, atau insting.
Adapun mengapa selama ini Adinda tidak diajari menari di sekolahnya, hal itu disebabkan tidak ada guru menari karena sang guru keluar dan hingga saat ini belum ada pengganti.
POTADS terbuka
Di bagian lain, Ketua Persatuan Orang Tua Anak Down Syndrome (POTADS) Yogyakarta, Sri Rejeki Ekasasi atau akrab disapa dengan nama Kiky, mengajak seluruh orangtua yang memiliki anak down syndrome di Kota Yogyakarta untuk bergabung dengan komunitasnya. "Kami memiliki program tetap yakni sharing, berbagi cara untuk mengasuh anak-anak istimewa. Karena itu siapa pun boleh bergabung dengan kami, ujar Kiky. Ia jelaskan pula, POTADS Yogyakarta yang berdiri sejak 2009, bersekretariat di Suryoputran PB II/172, Kelurahan Panembahan, Kecamatan Kraton, Yogyakarta. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang POTADS, dapat melalui nomer WahtsApp Group, di +62 858-7880-3377 atau +62 857-2500-6256. (sri hartaning sih)
0 komentar:
Posting Komentar