Beri Anak Tuli Hak Atas Informasi
BELUM tentu akan tuli
sekaligus juga bisu. Sebab, tak semua anak tuli tidak dapat berbicara.
Penulis ingin berbagi kepada sidang pembaca, berdasar
pengalaman empirik hidup bersama seorang anak tuli. Selain itu, juga dalam upaya ingin memberi
dukungan kepada para orang tua yang memiliki anak tuli. Mengapa? Karena masih
banyak orangtua belum memahami anak dengan gangguan pendengaran (tuli), sehingga menganggap anak tuli adalah aib, dengan demikian pantas dikucilkan.
Padahal, anak tuli memiliki kelebihan yang luar biasa. Selain aktif dan
memiliki ketajaman indera penglihatan, sebagian
besar mereka mempunyai kemampuan untuk berbicara. Ada
yang jelas dalam
pengucapan, sebagaimana
orang yang bisa mendengar, namun ada
pula yang kurang jelas, sebagaimana terjadi pada putri saya.
Seseorang yang tidak atau
kurang mampu mendengar suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu tuli (deaf)
dan kurang dengar (hard of hearing). Tuli
adalah mereka yang indra pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat
sehingga pendengarannya tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang mendengar adalah
mereka yang indera pendengarannya mengalami kerusakan, tetapi masih berfungsi
untuk mendengar, baik dengan alat bantu maupun maupun tanpa menggunakan alat bantu
dengar (hearing aids).
Akibat ketunarunguan tersebut, mereka mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi oleh sebab terbatasnya informasi berupa kurangnya pasokan kata-kata. Keterbatasan informasi berpengaruh
terhadap kemampuan berbahasanya secara lisan. Tentu saja hal tersebut akan
mengakibatkan hambatan sosial dan komunikasi
dalam perkembangannya. Untuk itu
anak-anak dengan gangguan pendengaran memerlukan bantuan atau
pendidikan secara khusus. Mereka membutuhkan
visual peraga terutama untuk
memahamkan kosa kata baru,
membutuhkan terapi, atau
alat bantu dengar (ABD).
Satu hal yang perlu
diketahui adalah, pemakaian ABD tidak
sama dengan pemakaian kaca mata
tentunya, di mana langsung bisa
melihat dengan lebih jelas. Karena respon atas stimulasi visual adalah
langsung, sedangkan respon atas stimulasi auditori melalui tahap pemahaman atau
interpretasi terlebih dulu.
Bantuan visual
Untuk mencapai tahap
pemahaman, anak tuli harus sering mendengar, mendengar dan mendengar,
dengan pengucapan yang jelas, kalimat pendek, jika perlu disertai bantuan
visual berupa gambar dan gerakan tangan. Sebab,
tanpa penggunaan bantuan visual mereka akan sulit memahami kata-kata
baru. Sebagaimana kita menonton film berbahasa asing, di mana kita mendengar
pemain berbicara tanpa kita menangkap artinya. Namun demikian, bantuan tersebut
perlahan-lahan dihilangkan, dengan
maksud anak tuli dapat
berkomunikasi secara verbal.
Dalam upaya menyampaikan informasi
terhadap anak-anak tuli, dibutuhkan
kerja sama atau
sinergitas antara berbagai pihak.
Dalam tulisan ini, sinergitas yang
perlu dibangun dalam lingkungan sekolah dijadikan sebagai model.
Sinergi antara orang tua, guru,
teman, juga terapis sekolah akan berdampak pada
pemenuhan hak atas informasi bagi
tuli di sekolah.
Kendala di Sekolah
Tidak bisa
dimungkiri bahwa anak-anak tuli pasti mengalami
berbagai kendala dalam mengakses
pendidikan. Hal itu berkait erat dengan keterbatasan pendengaran mereka. Namun, setiap
kendala tidak boleh dibiarkan dan
dicarikan solusi.
- Anak-anak Tuli
mengalami
kendala dalam memahami percakapan di kelas.
Guru di kelas
memiliki peranan penting dalam
memberi tahu orang tua mengenai materi harian, jauh-jauh hari sebelumnya paling tidak sehari sebelumnya. Dengan
maksud agar orang
tua dapat menyiapkan sebelumnya atau mencari dan memasok gambaran bagi
anak-anaknya tentang hal-hal baru
terlebih yang sulit. Selanjutnya
orang tua perlu mengulang
lagi sesudahnya.
- Anak-anak Tuli mengalami kendala memahami instruksi guru kelas.
Di sini dibutuhkan peran
guru pendamping kelas (GPK), untuk mengulang dengan vokal yang
jelas, kalimat pendek, atau berbicara dekat telinga bagi
yang masih mampu mendengar, dengan
volume cukup, point-pointnya saja. Jika belum mengerti bantu dengan menggunakan
gerakan tangan dan atau ditulis di buku catatan. Adapun orang
tua berperan untuk melatih di rumah, sesuai catatan dari guru.
- Anak-anak Tuli mengalami kendala memahami pembicaraan teman.
Sehingga teman-teman
di sekolah harus mengambil peran untuk berbicara secara pelan, jelas , dengan
bertatap muka. Jika belum dipahami,
bantu dengan gunakan gerakan tangan.
- Anak-anak Tuli mengalami kesulitan mengucapkan atau menjawab
pertanyaan.
Untuk
hal ini, guru harus mendekat dan memperhatikan gerakan mulut siswa yang tuli, membantu pengucapan, menulis di
buku catatan untuk meginformasikan pada
orang tua, dan peran
orang tua melatih di rumah sesuai catatan dari guru.
- Anak-anak Tuli mengalami hambatan
tidak atau belum jelas pengucapannya.
Guru dan
terapis berperan membetulkan pengucapan dengan teknik-teknik yang benar. Orang tua memberi masukan pada terapis mengenai kata-kata yang perlu dibetulkan pengucapannya, selanjutnya
mem-follow up-nya di rumah.
Dengan
kondisi di atas, maka diperlukan koordinasi
peran antara orang tua, sekolah
dan lingkungan untuk mengatasi hambatan dalam mencapai derajat pemenuhan hak informasi dan komunikasi atas tuli. (Sri Hartaning)
0 komentar:
Posting Komentar