Foto by :"YOGA KETAWA" (Laughter Yoga Indonesia) |
Seorang akademisi, Sukinah Sadirin, M.Pd.
bersama dua orang lain yaitu Dr. Mumpuniarti, M.Pd dan Pujaningsih, M.Pd, bergabung dalam sebuah
tim yang meneliti, mengembangkan sistem komunikasi tersebut. Mereka bertiga
adalah dosen jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Univrsitas Negeri Yogyakarta.
“Anak dengan CP memerlukan aspek komunikasi di
luar bicara atau komunikasi yang tidak perlu mengeluaran suara, yaitu sebuah komunikasi
alternatif atau tambahan. Dalam berbagai referensi, sistem komunikasi tambahan
tersebut dikenal dengan sistem Augmentatif
and Alternatif Communcation (AAC),”
ujar Sukinah ketika ditemui di Yogya, Minggu (23/10) dalam acara even launching Youth CP.
Kelumpuhan otak yang terjadi pada anak-anak CP,
sebelum, pada saat, maupun setelah lahir, kata Sukinah, berdampak pada kekakuan
atau kelumpuhan koordinasi otot. Pada beberapa kasus, anak dengan CP mengalami
gangguan kecerdasan serta gangguan indera akibat cerebral palsy. Sehingga, sebagian besar anak CP mengalami multi
disfungsi atau hambatan pada beberapa fungsi. Hambatan itu antara lain kecerdasan,
gangguan penglihatan, pendengaran, peraba, pencecap serta hambatan komunikasi,
khususnya komunikasi verbal (bicara).
Hambatan komunikasi (bicara) pada anak CP
berdampak pada munculnya problem kemandirian mereka, akibat ketidakmampuan
koordinasi pada otot yang memproduksi bicara dan ketidakmampuan menangkap
simbol bahasa karena hambatan aspek kecerdasan. Hal tersebut yang mendorong ketiga
peneliti dari PLB UNY tersebut mengembangkan sistem komunikasi tambahan atau
alternatif (AAC).
Sistem Augmentatif
and Alternatif Communcation (AAC), adalah
sebuah sistem komunikasi menggunakan media lain, selain media bicara, dalam
menyampaikan maupun menerima pesan. Media lain yang dimaksudkan antara lain:
simbol gambar, simbol sketsa, maupun simbol logo, yang dikemas dengan susunan
kartu atau papan, dapat juga dengan sistem elektronik (komputer).
Dalam waktu belum genap satu tahun, sistem AAC
telah diterapkan pada keluarga dengan anak CP di wilayah Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Untuk kepentingan
tersebut, PLB UNY melalui para mahasiswanya medampingi beberapa keluarga. Saat
ini tiga puluh keluarga terlibat mengembangkan komunikasi alternatif atau
tambahan.
“Butuh proses panjang dan terus menerus untuk
mewujudkan komunikasi yang efektif, sehingga belum terlihat signifikan hasil
dari pengembangan sistem AAC,” ujar Sukinah.
Dalam pengembangan sistem komunikasi,
dilibatkan pula para mahasiswa jurusan PLB, yang bertindak sebagai konsultan. Para
mahasiswa akan membantu keluarga agar mampu menangkap, bahkan meciptakan
komunikasi yang efektif dengan berbagi simbol, yang disesuaikan dengan kebutuhan
anak CP.
Tahap awal yang dilakukan adalah assesment. Pada tahap ini, orang tua diajak
memutuskan komunikasi yang perlu dikembangkan dengan menyesuaikan kemampuan
anak. Misalnya, anak mampu menoleh jika dipanggil, hanya mampu melakukan kontak
mata, mampu memunculkan ekspresi (gembira, sedih atau marah), mampu
mengeluarkan suara meski tidak bermakna, mampu menggerakkan tangan (menunjuk),
dan sebagainya. Berdasar hasil assesment tersebut,
orang tua akan mengidentifikasi dan mengembangkan bentuk-bentuk komunikasi yang
sesuai, menggunakan bantuan peraga atau simbol.
Terdapat
efek positif yang muncul dari pengembangan komunikasi tersebut.Kedekatan
orang tua dan anak terbangun.
Selanjutnya, hak berkomunikasi anak itu terpenuhi. Terbangunnya kesepahaman
dalam berkomunikasi akan mengurangi stress atau beban baik, anak maupun orang
tua.
Selanjutnya orang tua menerapkan komunikasi, menggunakan
simbol (peraga), serta mencari tanda-tanda sebagai alat komunikasi. Sebagai
contoh, mengidentifikasi piring –
aktivitas makan – situasi di ruang makan – yang dilakukan anak adalah menunjuk.
Cangkir – aktivitas minum susu – situasi
di pagi hari – yang dilakukan anak merengek. Atau, bola – aktivitas bermain – situasi di ruang tamu – yang dilakukan
anak menggerakkan tangan.
Setiap aspek perkembangan dicatat, untuk
dipergunakan dalam memutuskan aspek-aspek perkembangan yang perlu dilatihkan
dengan bantuan simbol atau kode yang dibutuhkan anak dengan CP.
Satu hal yang perlu dicatat
menurut Sukinah adalah, latihan tersebut sebaiknya dilakukan secara rutin,
sabar, pantang menyerah, dan perlu pula memahami kondisi emosi anak. (SHS)
0 komentar:
Posting Komentar